Halaman Home

22 February 2014

Mendaki Gunung Merapi

Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia.Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini sudah meletus sebanyak 68 kali.

Gunung Merapi merupakan obyek pendakian yang populer. karena gunung ini merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling umum dan dekat adalah melalui sisi utara dari Sèlo, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, tepatnya di Desa Tlogolele. Desa ini terletak di antara Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu sekitar lima jam hingga ke puncak.

Jalur populer lain adalah melalui Kaliurang, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Yogyakarta di sisi selatan. Jalur ini lebih terjal dan memakan waktu sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi barat laut, dimulai dari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.

Ini sekilas catatan perjalanan pertamaku menuju ke Merapi..

Perjalanan dimulai dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar menuju Bandara Internasional Juanda Surabaya. Setiba di Bandara Juanda kemudian lanjut menuju Terminal Bungurasih dengan bus jurusan terminal yang tersedia kira-kira setiap 30 menit. Dari Terminal Bungurasih mengambil Bus Eka jurusan Surabaya - Semarang (via Solo) dan turun di Boyolali (Perempatan setelah Rumah Sakit Pandanaran). Di perempatan kita bisa naik bus kecil menuju desa selo dengan waktu tempuh sekira 45 menit, hingga sampai ke titik start pendakian. Tempat ini bernama New Selo, di sana terdapat beberapa warung dan Joglo yang lumayan luas untuk beristirahat sejenak sebelum memulai pendakian.

New Selo; titik start pendakian


Ketika di New Selo saya mendapati hanya satu warung yang terbuka saat itu, pemiliknya bernama pak Arif biasa dipanggil dengan nama Mas Daeng. Nah, kenapa namanya Mas Daeng? dari cerita beliau bahwa hanya dia satu-satunya orang Sulawesi yang tinggal di daerah itu. Beliau adalah seorang perantau dari Sinjai dan mulai menetap di desa Selo pada tahun 1986, hingga saat ini, beliau sudah menetap, mempunyai istri, dua orang anak, dan seorang cucu. Saya senang bisa bertemu orang yang berasal dari sesama pulau, sangat banyak yang dia ceritakan, tentang pengalamannya menjadi perantau, memulai hidup dari nol dengan hanya mencari kayu bakar untuk dijual, hingga pada tekadnya yang kuat untuk tidak meninggalkan desa Selo semasa erupsi Merapi 2010.

Tiba di New Selo pada siang hari, menghabiskan waktu dengan mendengar pengalaman dari Mas Daeng hingga sore harinya. Beliau menawarkan untuk beristirahat sejenak di rumahnya yang tidak jauh dari situ. Beliau memberikan informasi tentang pendakian ke Merapi bahwa dibutuhkan waktu sekira 4-5 jam perjalanan. Jika pendakian dimulai sore hari setidaknya membawa peralatan yang lengkap (tenda, kompor, air, ransum dsb) untuk persiapan camping di pos 3 (tiga). Jika hanya sekedar ingin mencapai puncak kemudian turun, sebaiknya pendakian dimulai sekitar pukul 1 atau 2 pagi, agar tiba di puncak disambut dengan matahari terbit yang sudah tentu menjadi pemandangan yang sangat indah di atas sana. Jadi saya memutuskan untuk berangkat pukul 2 pagi.

Perkampungan New Selo (background Gunung Merbabu)


Disambut hujan pukul 20:00pm hingga terbangun pukul 01:00am dengan cuaca yang cukup cerah diselingi kabut tebal sekali-sekali, bulan yang kehilangan 1/4 purnamanya serta kerlap-kerlip bintang-bintang yang bercampur dengan lampu-lampu pedesaan sepertinya akan menjadi teman di perjalanan nanti. Mempersiapkan perlengkapan (packing), makan makanan ringan kemudian berangkat pukul 02:00am dini hari. Dari rumah Mas Daeng menjadi pemanasan awal tanjakan hingga ke titik start Joglo New Selo. Bertemu dengan sepasang turis yang berasal dari Vietnam. Jadilah pagi itu pendakian yang gamang tetapi tetap membuat penasaran akan jalurnya.

Tak ada pemandangan indah selama perjalanan kecuali keindahan lampu perkampungan di sepanjang kaki gunung merbabu hingga boyolali, kehidupan malamnya menjadi penghilang penat sementara ketika beristirahat selama perjalanan, itu pun jika pandangan tak terhalang kabut yang padu-memadu seakan-akan sedang memburu sesuatu. Jika diurutkan dari bawah ke atas; ada lampu pedesaan, kemudian kaki gunung merbabu hingga kabut yang menutupi puncaknya, paling atas rasi bintang-bintang. Jadi silahkan  bayangkan sendiri situasinya. Di Pasar Bubrah bertemu dengan sepasang turis dari Malaysia yang membuat percakapan alih kode campur kode bahasa Indonesia-Melayu-Inggris membingungkan tapi sepaham menjadi selingan tawa hingga sampai ke puncak Merapi.

Batas Taman Nasional Gunung Merapi
 


Pos 1


 Pos 2

Pos 3 (Pasar Bubar)

Puncak