Halaman Home

27 December 2014

Sisi Hati (Lovely vs Sentimentaly)

Aku berpisah darinya!

| hahaha.. salahmu, kau mengabaikannya | 

saya tidak mengerti.

| dia butuh kamu dan kamu tak ada di sana | 

tapi, apakah keputusan akhirnya dengan meninggalkanku?

| ya apa lagi? Ia butuh perhatian, Ia butuh kasih sayang, Ia butuh pelukan, dan kamu sibuk saja dengan duniamu | 

aku minta maaf.

| cuih..! ia tidak lagi membutuhkanmu | 

saya sadar mungkin salah, tapi membina hubungan tidaklah sesederhana itu, sejak lama aku telah membuat rencana besar padanya.

| omong kosong! | 

aku merasa Ia memilihku dengan mengikuti kata hatinya saat itu, dan sekarang hatinya berubah, Ia pun meninggalkanku.

| betul, Ia sudah tak merasa nyaman bersamamu, Ia tak menemukan apa yang Ia cari di dirimu |

hm, Ia sangatlah labil, aku telah tahu itu tapi perkiraanku Ia tidak selabil ini, ternyata Ia sangat rapuh, aku kadang melihat cara berpikir yang masih normal seusianya, tapi ternyata aku salah menduga, pemikirannya masih seumuran anak belia.

| mengapa kamu baru sadar? Mengapa tidak dari dulu saja? | 

di mataku aku memandangnya sebagai pribadi dan mental yang kuat, Ia sering menceritakan bebannya padaku yang aku sendiri menganggap bahwa selama ini Ia telah menjadi wanita terkuat saat itu. Aku telah siap membimbingnya, membantu mengangkat bebannya, menuntunnya menuju masa depan, tetapi hasilnya seperti ini, Ia tidak cukup memberikanku waktu, Ia sepertinya belum siap.

| belum siap? Kamu yang tidak becus, kamu tetap pada kebiasaan-kebiasaan lamamu | 

iya, anggap saja itu kekuranganku, anggap saja itu masih berupa sampul diriku, sejujurnya masih ada berjuta kekurangan padaku, apa dia siap? Aku kini ragu! Keputusan terbaik adalah Ia memang harus pergi.

| kau telah menyia-nyiakan impianmu, impianmu di masa lalu, Ia yang dulu selalu kau puja-puja, kini kau biarkan pergi. Kamu sungguh bodoh!! | 

aku tak akan memaksanya mengikutiku, selama ia masih menuruti kata hatinya. Bersandar pada kata hati bagai bersandar pada tiang kecil yang tertanam dangkal di atas tanah, sangat mudah goyah. Akan ada saat di mana angin datang dan tiang itu rebah karena tak mampu menahan bebannya, maka saat itu Ia akan kehilangan pegangan. Aku sangat takut Ia jatuh, tak berpegang pada apa-apa. Aku ingin menggenggam tangannya, menuntunnya berpegang pada agama, bekerja sama menyelesaikan masalah, membangun tangga sedikit demi sedikit menuju masa depan, hingga akhirnya menemukan surga-Nya bersama-sama.

| Aah, sekarang itu tidak penting, Ia telah pergi! | 

aku akan belajar mengikhlaskannya..



25 December 2014

Khaan Tidak Akan Ada Tanpa Dhiin-nya

(H-6) Enam hari sebelum acara wisuda di sebuah perguruan tinggi, hubungan mereka berakhir. Khaan baru saja merencanakan tentang kejutan apa yang akan ia berikan pada Dhiin. Ia teringat bahwa Dhiin pernah meminta untuk dibawakan bunga mawar pelangi pada hari spesialnya nanti. Khaan telah meng-iya-kan dalam hati. Khaan memutuskan untuk mencari mawar pelanginya, ya, tekadnya sudah bulat, meskipun hubungan mereka baru saja berakhir saat itu.

(H-5) Khaan mengumpulkan bahan untuk membuat kartu ucapan. Idenya sederhana, kartu ucapan pop-up yg Ia buat dengan tangannya sendiri. Kartu ucapan itu dapat ia selesaikan dalam dua hari. Hasilnya tidak terlalu buruk, masih kurang presisi, Khaan membuatnya dengan tangan dan hati yang berdebar pun pikiran melayang waktu itu. Kartu itu akan menjadi pasangan bunganya nanti.


(H-2) Khaan serius membulatkan tekadnya, Ia berangkat ke Jakarta hari itu. Sebelumnya ia telah mencari info tentang bunga yang dicarinya. Lokasinya ada di Surabaya dan Jakarta, ia memilih Jakarta sebagai tujuannya kali ini. Khaan tiba di sana malam harinya.

(H-1) Khaan harus pulang besok, seharian dia telah mengarungi separuh Jakarta untuk mencari bunganya. Mengelilingi Jakarta dengan menggunakan kendaraan umum sangatlah menyita waktu, belum lagi dengan macet yang telah menjadi makanan sehari-hari di sana. Khan belum menemukan bunganya!

(H) Hari Wisuda Dhiin. Khaan harus pulang hari ini. Ia mendatangi langsung Toko Bunga terakhirnya hari ini, tepatnya di Jakarta Barat. Setelah tiba di sana, masalah pun muncul. Info dari pemilik toko bahwa Bunga Mawar Pelangi hanya bisa siap sekitar dua hari, berhubung banyaknya pesanan parcel yang mereka layani untuk perayaan hari Natal nanti.

Khaan segera membatalkan tiket pulangnya dan memutuskan untuk menunggu selama dua hari. Khaan telah mempertimbangkan bahwa Ia akan kehilangan momen wisuda tersebut, tetapi mewujudkan impian kecil Dhiin akan memiliki nilai tersendiri, yakinnya dalam hati.

(H+1) Sekira pukul 17:10 WIB pesan bbm masuk dari si pemilik toko bunga; “selamat sore pak, maaf saya mau konfirmasi untuk mawar rainbow sampe bln januari tdk produksi pak”. Tiba-tiba saja petir Cumolonimbus, Longsor Banjarnegara, Tsunami Aceh, Letusan Gunung Sinabung dan aahhh.. Khaan tak bisa menggambarkan perasaannya. Lidahnya kelu, bibirnya kaku, otaknya beku, dan jantungnya terus berpacu. Khaan panik, Ia seperti tiba-tiba ingin menghilang dari bumi menuju antah berantah untuk selamanya. Tubuhnya layu seketika, Ia hancur sehancur-hancurnya.


Berpikir cepat di waktu yang sempit adalah solusi yang cerdas kala itu. Ia harus berburu bunga lagi sebelum jadwal pulang keesokan harinya, tetapi ia hanya menemukan bunga mawar merah yang biasa.

(H+2) Bandar Udara Soekarno-Hatta sangat sesak, banyak warga Jakarta yang memilih pulang untuk liburan. Khaan yang berambut gonrong itu tidak peduli pada sekitarnya. Wajahnya menebal, percaya dirinya bertambah 1000%. Cibiran bahwa “ih, kakak gonrong bawa bunga” hanya dimasukkan di telinga kiri tembus keluar ke kanan saja. Di pikirannya hanyalah bagaimana ia harus tiba di Makassar hari ini dan mengantarkan bunganya.


Khaan tiba sore di Makassar, malamnya Khaan mengantar sendiri bunga itu, bunga mawar merah biasa yang sudah umum kelihatannya. Khaan menitipkan bunga itu pada kakak Dhiin, sebab permintaan Khaan untuk bertemu langsung telah ditolak secara halus oleh Dhiin, Khaan hanya mengerti bahwa Dhiin pasti sangat kecewa padanya, Khaan tak bisa ada di hari spesialnya, tapi Khaan tidak pernah mengerti mengapa Dhiin tiba-tiba berpaling secepat itu. Baru saja Khaan menjalani 5 hari yang berat, Ia sangat lelah tak berdaya, lelah fisik, pikiran dan batin memuncak di dalam dirinya. Kata temannya, usahanya termasuk luar biasa namun pada akhirnya tak bisa mengubah apa-apa, Dhiin tetap menjadi mantan kekasihnya.


Di benak Khaan hanyalah Ia telah berusaha mempertahankan hubungannya pada Dhiin dengan usaha dan doa di luar kebiasaan, tetap saja hasil tak sesuai yang diharapkan, sisanya Ia serahkan pada semesta.

Selamat Wisuda, Selamat Sarjana Dhiin..!


*cerita ini hanya fiktif belaka :3