Entah mengapa Khaan mengurungkan niat untuk berangkat ke Bali selama seminggu. Kode booking tiket yang telah Ia bayar sudah di tangan, tempat nginap pun telah siap waktu itu. Begitu saja, batal tiba-tiba.
Esoknya Khaan ikut pada kegiatan teman-teman Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Menembak di salah satu kampus ternama di kota Makassar. Mereka sedang mengadakan kegiatan eksibisi Paintball. Sebuah simulasi perang kecil-kecilan yang menggunakan senjata bertenaga gas CO2 dan menggunakan peluru bola-bola cat. Khaan bermaksud mengalihkan pikirannya yang sedang galau karena telah batal berangkat ke Bali.
Seorang wanita tiba-tiba datang (sebenarnya ada banyak wanita yang datang dan menonton, tapi hanya seorang yang menarik perhatiannya), wanita yang tinggi, mempunyai bahu yang lebar, tatapan mata dan sikap kalemnya memunculkan berjuta pertanyaan membuat logika Khaan lumpuh seketika.
========================================================================
========================================================================
Kedatangan wanita itu berhasil mengalihkan fokus Khaan. Wanita itu bagai
magnet dan Khaan tertarik padanya. Bisa bermain paintball dengan wanita idaman
adalah hal terindah yang Khaan rasakan. Menjadi satu, berkomunikasi dan bekerja
sama layaknya sebagai tim sepertinya menimbulkan reaksi kimia yang entah apa
campuran senyawanya.
Permainan babak selanjutnya mereka bermain sebagai lawan. Sedari awal
Khaan hanya mencarinya, fokus Khaan hanya pada wanita itu. Hingga pada saat
yang tepat Khaan melihatnya di balik pohon dan membidiknya dengan teliti, Khaan
menembaknya dengan setengah tega, berharap peluru yang terlontar hanya mengenai
rompi pelindungnya. Hasilnya tak sesuai harapan, peluru mengenai kulitnya,
Khaan membuatnya lecet, Khaan melukainya.L
Karena terlalu fokus padanya, Khaan tidak sadar kehadiran sang kakak di
sisi kanannya dengan sangat dekat, sang kakak mengenainya dengan kejam, dalam
aturan permainan dinyatakan bahwa peserta tidak boleh menembak pada jarak 5
meter dan ia menembak pada jarak 3 meter dan wasit tak melihat kejadian itu.
Peluru berhasil masuk mengenai rusuk bawah ketiak yang tidak terlindung dari
rompi. Maka jadilah ia luka lecet yang sepertinya akan lecet selamanya x_x
Kejadian-kejadian dalam kegiatan tersebut menjadi cerita tersendiri di
hari-hari berikutnya. Komunikasi Khaan dengannya menjadi semakin intens. Khaan
mengkhawatirkan luka lecet yang telah dibuatnya. Khaan terus-menerus mencarinya,
Ia mengajukan pertemanan pada setiap media sosial yang dia gunakan, dalam
hatinya Khaan sungguh takut kehilangan dia lagi.
Entah mengapa Khaan selalu merasa jika Ia berbicara dengan wanita itu,
maka Ia seperti berbicara pada wanita yang sudah sangat akrab di masa lampau.
Khaan mempercayainya, maka kadang ia tak ragu menumpahkan sebagian keluh
kesahnya.
Perlahan-lahan wanita itu pun memberikan perhatiannya pada Khaan. Khaan
menjadi bingung. Sejujurnya Khaan sedang mencari-cari perasaannya, perasaan
yang telah lama terkubur, terkubur sangat dalam hingga Khaan lupa letaknya di
mana. Wanita itu terus-menerus menyerang Khaan dengan berjuta perhatiannya,
wanita itu mencari perhatian Khaan.
Khaan sebenarnya telah kehabisan energi untuk mencintai (lagi). Dua
tahun sebelumnya Ia telah menghabiskannya pada cinta yang kemarin, Khaan
mempertaruhkan seluruh cintanya, tetapi yang Ia dapat hanyalah luka yang kini
masih menganga, masih sulit sembuh. Ia masih trauma.
Semakin berlalu maka Khaan semakin sulit terlepas dari jeratannya. Khaan
bisa merasakan cinta yang menggebu-gebu darinya. Khaan menyerah, Ia pun luluh
dan jatuh cinta. Pada satu sisi Khaan masih bingung dan di sisi lain Khaan juga
mencintainya. Maka dari sini Khaan dan Dhiin memulai kisah mereka.
No comments:
Post a Comment